PEMIKIRAN EKONOMI ABU UBAID DAN ABU YUSUF
Kamis (12/11), sore ini ForSHEI angkatan 2014 berdiskusi mengenai pemikiran
tokoh ekonomi islam klasik, yaitu Abu
Yusuf dan Abu Ubaid yang hidup pada masa (731-798 M) dan (154-224
H). Diskusi kali
ini dipimpin oleh salah satu angkatan ForSHEI 2014 dan ditemani oleh ForSHEI
2013. Angkatan ForSHEI 2014 cukup
antusias mengenai diskusi ini, dilihat dari seberapa banyak yang mengikuti
diskusi.
Sebagai seorang ekonom maka kita perlu tahu sejarah yang berkaitan dengan
ekonomi islam, salah satunya adalah sejarah pemikiran ekonomi islam. Ekonomi
islam yang timbul saat ini merupakan sebuah
cetusan konsep pemikiran dan praktik yang hadir secara bertahap dalam periode dan fase tertentu. Pemikir ekonomi islam dibagi menjadi 2
periode yaitu pemikir ekonomi islam klasik dan pemikir ekonomi islam
kontemporer. Salah satu pemikir ekonomi islam yang akan dibahas pada diskusi
ini adalah pemikiran Abu Yusuf dan Abu Ubaid.
Abu Yusuf yang bernama lengkap Ya’qub ibn Ibrahim ibn Sa’ad ibn Husein
al-Anshori ini, lahir di kuffah tahun 113 H dan wafat tahun 182 H. Keluarganya
disebut anshori karena dari pihak ibu masih memiliki hubungan dengan kaum
anshar. Beliau hidup pada masa dinasti Abbasyiah dalam kepemimpinan Harun
Ar-Rasyid dan memangku jabatan Qadhi al Quddah (ketua Mahkamah Agung). Dalam
masa jabatannya, beliau diminta
oleh ar-Rasyid untuk menulis buku yang akan dijadikan sebagai pedoman administrasi
keuangan yang dikenal dengan “kitab
al-kharraj” mengenai persoalan perpajakan.
Salah satu pemikiran dari Abu Yusuf adalah mengenai pajak tanah atas
pertanian yang mana Abu Yusuf lebih setuju apabila negara mengambil bagian dari
hasil yang dilakukan oleh penggarap dari pada menarik sewa dari lahan tersebut,
karena cara ini lebih adil dan memberikan kemudahan bagi penggarap, serta tidak
menindasnya. Dengan kata lain beliau lebih
merekomendasikan penggunaan sistem muqasamah (proposional tax) atau pajak
proporsional pada hasil pertanian dari pada sistem misahah (fixed tax) atau pajak tetap. Abu Yusuf merekomendasikan tarif yang berbeda dengan
mempertimbangkan sistem irigasi yang digunakan. Tarif yang ditetapkan olehnya adalah sesuai dengan hasil
produksinya.
Dalam mekanisme pasar, Abu Yusuf menyatakan bahwa
tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahalnya harga yang
dapat dipastikan. Murah bukan karena melimpahnya makanan,
demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal
merupakan ketentuan Allah. Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal
dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah. (Abu Yusuf, kitab
alkharaj Beirut:
Dar al-Ma’rifah,1979, hlm.48 ). Pada kenyataannya, harga tidak
bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permintaan.
Karena itu peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan
penurunan atau peningkatan produksi, dikarenakan ada variabel lain yang mempengaruhinya. Abu Yusuf menuliskan teorinya sebelum Adam Smith menulis
The Wealth Of Nation. Selain itu, dalam persoalan harga, Abu yusuf menentang penguasa yang
menetapkan harga, karena harga tercipta secara alami dengan adanya permintaan
dan penawaran dan persoalan harga merupakan ketentuan Allah.
Pembahasan yang kedua mengenai Abu Ubaid. Abu Ubaid ini mempunyai nama lengkap
Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-Harawi Al-Azadi
Al-Baghdadi. Beliau lahir pada tahun 150 H di kota
Harrah, Khurasan dan wafat pada tahun 224 H. Beliau menulis buku yang bernama “kitab Al
Amwal” yang membahas tentang keuangan publik dan kebijakan fiskal secara
komprehensif. Kitab Al-Amwal terdiri beberapa Bab, bab pertama adalah pendahuluan
yang mencakup bahasan mengenai hak dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya
serta hak dan kewajiban rakyat terhadap pemerintahnya, dengan studi khusus
mengenai kebutuhan terhadap suatu pemerintahan yang adil serta 4 (empat) bab
batang tubuh, meliputi: baitul mal dan
diwan-diwannya, harta kekayaan negara khilafah, harta-harta zakat, dan mata
uang.
Mengenai harta kekayaan negara Khilafah, negara memperoleh
pendapatan (waridat) dari ghanimah/anfal, fai`, khumus, kharaj, jizyah,
kepemilikan umum, kepemilikan negara, usyr, harta sitaan dari kekayaan gelap
(maal al-ghulul), khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak punya ahli
waris, harta orang murtad, pajak, dan zakat. Negara membelanjakan hartanya (nafaqat)
untuk kepentingan umum. Misal harta yang dihasilkan dari kepemilikan umum (hutan dan
berbagai tambang) dapat dikelola dalam 3 cara : membayar gaji pegawai
pertambangan , distribusi kepada rakyat, melakukan hima (kebijakan khalifah
mengkhususkan pemanfaatan suatu aset umum u/ kepentingan tertentu). Selain itu,
Abu Ubaid juga mengakui adanya dua fungsi uang,
yakni sebagi standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan media pertukaran
(medium of exchange).
Dzuriyatun Nafi'ah (staff kajian dan penelitian ForSHEI 2015)