Senin,
02/10 – Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) UIN Walisongo Semarang,
kembali mengadakan kegiatan rutin yang merupakan salah satu program kerja
bidang kajian dan penelitian. Kegiatan ini dilakukan pada waktu petang pukul
16.00 – 17.45 WIB, dan tempat favorit yang dipilih untuk melakukan diskusi
rutinan ini di taman kecil samping Auditorium II kampus III UIN Walisongo
Semarang, kegiatan diskusi ini dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu pada
hari Senin dan Kamis. Kesempatan pada diskusi kali ini, bagi kader anyar
forshei 2017 membahas “Tauhid, Ilmu Kalam dan Tasawuf” dan bagi kader forshei
2015/2016 membahas “Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal dalam Islam”. Tujuan
Forshei khususnya bidang kajian dan penelitian mengadakan kegiatan diskusi rutinan
adalah dalam rangka melatih keberanian
setiap kader mengemukakan pendapat secara logisdan mampu mengambil inti sari
dari setiap diskusi yang dilakukan.
Pertama,
diskusi dimulai dengan membaca Surat Al-Fatihah. Diskusi untuk kader 2017
pertama-tama memaparkan pengertian tauhid, tauhid menurut etimologi adalah
mengesakan, sedangakan menurut syariat adalah menyakini ke-Esaan Allah SWT. Ilmu
tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang kaidah atau kepercayaan kepada
Allah SWT dengan didasarkan pada dalil-dalil yang benar. Adapun macam-macam
tauhid yaitu, pertama, Tauhid Rububiyyah yaitu
menegsakan Allah dalam perbuatan-Nya, dengan menyakini bahwa yang menciptakan
segenap makhluk yang ada di bumi ini adalah Allah SWT, dalam Q.S al-Fatihah
Allah berfirman, “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”. Kedua, tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah dengan
perbuatan para hamba berdasarkan niat taqabbur yang disyariatkan, seperti doa,
nadzar, tawakal, qurban, dan lain sebagainya. Manusia ditentukan tingkatan Din, yang berarti ketaatan. Dan
tingkatan ad-Din yang pertama adalah
Islam, menurut syara’ Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah, bertauhid
dan tunduk kepada-Nya, taat dan membebaskan diri dari syirik dan pengikutnya.
Kedua Iman, yang menurut bahasa berarti mebenarkan disertai percaya dan amanah,
sedangkan menurut syara’ berarti mengucapkan dengan lisan, menyakini dengan
hati, dan mengamalkan dengan anggota badan. Ketiga Ihsan, menurut bahasa
berarti kebaikan, yakni segala sesuatu yang menyenangkan dan terpuji, sedangkan
menurut syara’ adalah seperti yang dijelaskan Rasulullah SAW, “Engkau menyembah
allah seolah-olah engkau melihatnya, jika engkau tidak bisa melihat-Nya maka
sesungguhnya dia melihatmu”. Menurut Syaikh Ibnu Taimiyah, Ihsan mengandung kesempurnaan
ikhlas kepada Allah dan melakukan perbuatan baik yang dicintai oleh Allah.
Sedangkan macam tauhid yang ketiga yaitu Asma Wa Sifat, yaitu iman kepada
nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, baik sifat dzatiyah (sifat yang melekat) maupun sifat fi’liyyah (sifat yang dikehendaki).
Pembahasan yang kedua
tentang Ilmu Kalam, yang berarti membicarakan bagaimana menetapkan
kepercayaan-kepercayaan keagamaan khusunya agama Islam dengan bukti-bukti yang
yakin atau yang membahas soal keimanan. Nama-nama lain dari Ilmu kalam adalah
ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh
al-akbar, teologi islam. Fungsi dari ilmu kalam adalah, pertama, menolak
akidah yang sesat, maksudnya berusaha menghindari tantangan-tantangan dengan
cara memberikan penjelasan perkala timbulnya suatu pertentangan selanjutnya
membuat suatu garis kritis shat berdasarkan logika, dengan ilmu kalam bisa
memulihkan kembali kejalan yang murni. Kedua, memperkuat dan membela akidah
Islam, artinya dengan adanya ilmu kalam bisa menjelaskan, memerkuat dan membelanya
dari berbagai penyimpangan yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.
Pembahasan terakhir yaitu tentang Tasawuf, yaitu ilmu untuk mengetahui berbagai
cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun lahir dan batin serta
untuk memeroleh kebahagiaan yang abadi. Dalam era modern, tasawuf berperan
sebagai benteng pertahanan menghadapi budaya luar yang terkesan menjerumuskan
dan sebagai petunjuk bebrapa jalan hidup pembangunan masyarakat dan ekonomi,
yang terakhir memerkuat posisi Islam dalam kehidupan masyarakat serta
mengembangkan masyarakat Islam dalam memerankan tasawuf pada kehidupan
sehari-hari.
Sedangkan kader
2015/2016 diskusi membahas “Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal dalam
Islam”. Kebijakan fiskal adalah langkah yang dilakukan pemerintah terkait
dengan kebijakan sistem pajak dan pembelanjaan negara serta moneter dan perdagangan
sehingga kebijakan fiskal ini memengaruhi anggaran pendapatan dan belanja suatu
Negara (APBN). Kebijakan ini dibuat oleh pemerintah, dalam hal ini presiden dan
kabinetnya dengan dibantu oleh lembaga legislatif, yaitu DPR. Sementara tujuan
utama kebijakan fiskal adalah tercapainya kesejahteraan dengan mengalokasikan
sumber daya secara efektif, efisien, menjaga stabilitas ekonomi, pertumbuhan
dan distribusi, tujuan ini menunjang nilai benefit utama individual tanpa
melihat aspek lain. Perbedaan kebijakan fiskal konvensional dengan Islam bisa
dilihat dari tujuan utamanya. Dalam islam, tujuan utama dalam kebijakan fiskal
bukan hanya untuk mencapai keberlangsungan ekonomi untuk masyarakat yang paling
besar jumlahnya, tapi juga membantu meningkatkan spiritual dan menyebarkan
pesan dan ajaran Islam seluas mungkin. Komponen dalam kebijakan fiskal Islam
adanya konsep zakat, infaq, shadaqoh, wakat dan lain sebagainya (ZISWAF).
Menurut Abdul Mannan,
M. 1993, dari konsep kebijakan fiskal Islam juga bertujuan untuk mengembangkan
suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan
menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.
Kebijakan moneter adalah kebijakan untuk mengatur perekonomian dengan mengatur
jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga, kebijakan moneter ini dibuat
oleh bank sentral yaitu Bank Indonesia (BI), dan ditetepkan oleh Gubernur Bank
Indonesia. Kebijakan moneter konvensional memiliki tujuan antara lain
satabilitas ekonomi, kesempatan kerja, kesetabilan harga dari waktu ke waktu
neraca pembayaran internasional. Dapat disimpulkan tujuan kebijakan moneter
konvensional untuk mencapai kesetabilan ekonomi yang diwujudkan dalam
kesetabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkonsisi sedemikian
rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha. Secara
ekonomi islam, tujuan kebijakan moneter adalah dapat lebih mendalam mengetahui
bagaimana mekanisme uang, bagi hasil dan lembaga keuangan, menganalisis
fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijakan moneter terhadap
kegiatan ekonomi Islam berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam bagi hasil
ditentukan besarnya rasio pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan
terjadinya untung rugi yang diperoleh, melengkapi kebutuhan transaksi
masyarakat khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomis seperti menciptakan
stabilitas harga juga adanya keseimbangan surplus pembayaran. Sedangkan, macam-macam
instrumen kebijakan moneter dalam mengendalikan peredaran uang, yaitu: rediscount policy, jika bank sentral
menaikan discount-rate maka jumlah
uang yang beredar berkurang, open market
operation jika menghendaki menurunnya jumlah uang beredar pemerintah harus
menjual obligasi (open market selling), manipulasi
legal reserve ratio (nisbah antara
uang tunai dan kewajiban giral bank komersil). Jika menghendaki jumlah uang
beredar legal reserve ratio, harus
dinaikan disebut titgh money policy,
selective credit control, bank sentral dapat memengaruhi kebijakan
bank-bank komersil dalam sistem perkreditan.
Diskusi
semakin menarik, hingga tak terasa waktu menjelang pukul 17.45 mendekati
magrib. Terlihat seluruh kader berantusias dalam memberikan argumen dan
pertanyaan, berbagai pertanyaan terlontar dalam diskusi dan membawa suasana semakin hidup. Namun,
mengingat waktu semakin gelap diskusi pun disudahi dan notulensi membacakan
kesimpulan akhir hasil diskusi. Kemudian diskusi ditutup dengan bacaan Hamdalah
sebelum meninggalkan tempat, dan dilanjut melakukan tos bersama sebagai salam
berakhirnya diskusi.