Semarang (6/12) forshei berpartisipasi dalam acara yang
diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islamn, Universitas islam Negeri Walisongo Semarang yaitu diskusi dosen
yang diselenggarakan atas kerja sama FEBI UIN Walisongo dengan Universiti
Teknologi Mara, Melaka (UiTM Melaka) yang membahas tentang pengelolaan zakat di
malaysia dan Indonesia. Kerja sama ini dilakukan dalam rangka progam FEBI yaitu
penelitian, publikasi dan pengembangan akademik dengan melakukan kerja sama
adengan universitas luar negri dengan cara pertukaran dosen. Diskusi ini
bertempat di gedung H1 yang dihadiri oleh sekitar 30 orang yang terdiri dari
dosen FEBI UIN Walisongo dan beberapa perwakilan mahasiswa. Pemateri dalam
diskusi ini adalah Prof. Dr. Abdul Halim Molid. Noor dan Dr. H. Muhammad
Salahudin Abdul Rasool. Prof. Dr. Abdul Halim Molid. Noor adalah seorang
pengajar di universiti teknologi mara sekaligus sebagai direktor dari CIPSF
(Center of Islamic Philantrophy and Social Finance) yaitu sebuah lembaga yang
menagani tentang ekonomi Islam juga beberapa hal yang berkaitan dengan ZISWAF
dibawah pengawasan Universiti Teknologi Mara, Melaka.
Diskusi
ini dibuka oleh Bapak H. Khoirul Anwar,
M.Ag. selaku moderator, dilanjutkan dengan
penyampaian kata sambutan oleh dekan FEBI UIN Walisongo, Bapak. Dr. H.
Imam Yahya, M.Ag. dan kemudian disambung
dengan pemyampaian materi oleh pemateri terkait pengelolaan zakat di Malaysia.
Prof. Dr. Abdul Halim Molid. Noor dan Dr. H. Muhammad Salahudin Abdul Rasool
banyak membahas tentang pengelolaan zakat di Malaysia, juga dalam acara ini
diselingi sesi tanya jawab antara peserta dan pemateri. Berikut beberapa ulasan
mengenai pembahasan materi diskusi ini.
Jika dilihat, intisari dari diskusi kali ini adalah mengenai
pengelolaan zakat di Malaysia, yang berkenaan dengan dasar hukum zakat,
pengumpulan, pengelolaan hingga pendistribusian zakat di Malaysia. Di negeri Jiran Malaysia, sistem pengumpulan
zakat berbeda dengan di Indonesia. Jika di Indonesia, pengumpulan, pengelolaan
hingga pendistribusian dana zakat dilakukan oleh satu lembaga zakat yang
terdapat di daerah masing-masing. Namun jika di Malaysia pengumpulan zakat
dilakukan oleh satu lembaga di daerah
tersebut sedangkan untuk pengelolaan dan pendistribusiannya dilakukan
oleh lembaga lain di daerah yang sama. Malaysia mempunyai 14 negara bagian yang
termasuk disalah satunya wilayah persekutuan (Federal Territory) Kuala lumpur.
Dari 14 negara bagian tersebut memiliki lembaga amil zakat independen, artinya
lembaga tersebut dikelola oleh negara bagian tersebut dengan kebijakan, peraturan serta pola
pengumpulan, pengelolaan dan pendistribsia zakat dibentuk oleh mereka. Sehingga
mengenai regulasi zakat di Malaysia antar lembaga berbeda bentuk, menyesuaikan
dengan kondisi negara bagiannya masing-masing.
Namun dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab atas badan-badan zakat
tersebut. 1 Januari 1991 merupakan awal bangkitnya perkembangan zakat di
malaysia dengan didirikannya lembaga Pusat pungutan Zakat (PPZ) yang dibentuk
oleh Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) di masing-masing negara
bagian.
Dalam struktu organisasi, MAIWP berada dibawah kendali perdana menteri
yang berwenang mengurusi masalah agama termasuk zakat dan wakaf. MAIWP
dikepalai seorang mentri dan beroperasi di 13 negara bagian dan juga di Kuala
Lumpur. Lembaga pengelola zakat ini merupakan bagian terpisah dari struktur
pemerintahan Malaysia, namun lembaga tersebut memilki kedudukan yang kuat
karena dibentuk melalui undang-undang wilayah persekutuan atau negara bagian,
lembaga inipun bernaung dibawah Departemen Agama di masing-masing wilayah yang
kemudian akan membantu pelayanan administratifnya.
Selain itu lembaga ini bertanggung jawab penuh kepada Sultan atau pemerinah
negara bagian. Tugas utama dari lembaga ini adalah sebagai lembaga khusus
pengumpula dana zakat, juga berfungsi sebagai media dakwah atau menggiatkaan
kewajiban wajib zakat kepada masyarakat. Selain itu ada lima tujuan utama PPZ
didirikan oleh pemerintah Malaysia sebagai lembaga zakat, lima tujuan tersebut
adalah sebagai berikut.
1.
Meningkatkan jumlah penghimpunan zakat.
2.
Meningkatkan jumlah pembayar zakat dari tahun ke tahun.
3.
Meningkatkan kemampuan manajemen professional sejalan dengan teknologi.
4.
Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pelayanan yang ditawarkan.
5.
Menambah lingkungan kerja yang Islami.
Kemudian untuk lembaga pengelolaan dan pendistribusian zakat
dilakukan oleh Baitul Mal. Baitul Mal sudah ada sejak dulu dan berada dibawah
kendali MAIWP. Tugas pokok Baitul Mal adalah pemanfaatandan penyaluran dana
zakat yang ada. Dalam hal ini penyauran dana zakat dialokasikan untuk
mengurangi kemiskinan di Malaysia. Namun di Malaysia, selain kuantitas kelompok
miskin relatif kecil, tingkat kemiskinan pun dari segi penghasilan cukup
sejahtera bila dibandingkan dengan Indonesia, misalnya, tahun 1998, Mustahiq
yang berhak menerima zakat adalah bumiputera miskin yang berpenghasilan di bawah
RM 700. Sedangkan pada tahun 2003, mustahiq adalah bumiputera miskin yang
berpenghasilan di bawah RM 1.200. Sehingga lembaga zakat ini tidak hanya fokus
pada mengurangi kemiskinan, karena tingkat kemiskinan sedikit rendah. Oleh
karena itu dalam pedistribusiannya juga dikenal adanya distribusi konsumtif dan
produktif. Menurut Prof. Dr. Abdul Halim Molid. Noor tak jauh berbeda dengan Indonesia, untuk dana
produktif dialokasikan untuk dan sosial dan pemberian modal usaha. Selain itu
beberapa progam yang dilakukan oleh Baitul Mal dalam penyaluran dananya adalah
bantuan persekolahan, perniagaan, bantuan perobatan, bantuan sewa rumah,
bantuan musibah dan agensi pendidikan, bantuan Al-Riqab, bantuan perkawinan,
bantuan pelajar institut profesional Baitul Maal (IPB), bantuan pertanian,
bantuan menyelesaikan utang gharimin, bantuan ramadhan, dan lain-lain.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar zakat selain
dilakukan oleh Pusat Pengumpulan Zakat (PPZ) terdapat satu hal unik mengenai
pembayaran zakat di Malaysia adalah
hubungan zakat dan pajak, maka regulasi yang berlaku di negara tersebut
menetapkan bahwa zakat dapat mengurangi kewajiban pajak. Hal itu berlaku jika
Muzakki membayarkan zakatnya ke lembaga zakat yang diakui oleh kerajaan seperti
Pusat Pungutan Zakat (PPZ) Selangor dan yang lain. Jadi, jika seorang Muzaki
membayar zakat ke PPZ, maka zakat yang telah dibayarkan bisa mengurangi beban
pajak yang ditanggung. Untuk pembayaran zakat individu, zakatnya dapat memotong
pajak 100%, namun jika untuk perusahaan yang membayar zakat, zakatnya dapat
memotong pajak dengan presentase 25 %. Sehingga hal itu lah yang masyarakat membuat masyarakat berkenan
membayar zakatnya, karena dipermudah oleh pemerintah secara admistratif juga
pelayanannya. Juga peran dari PPZ yang mempunyai kewajiban untuk mendorong
warga negaranya membayar zakat. Sehingga tingkat kesadaran wajib zakat
sudah tinggi di Malaysia. Juga terdpat
sanksi kepada warga negara yang tidak membayar zakat namun untuk hal ini belum
berjalan dengan efektif. Hal tersebut
tentunya juga didasari oleh kuatnya dan apiknya pengeloalan zakat di lembaga
amil zakat, sehingga masyarakat sangat percaya kepada lembaga amil zakat. Ini lah yang patut dicontoh oleh Indonesia
sebagai negara yang mayoritas warga negaranya muslim. Potensi zakat di
Indonesia sangat besar, namun realitanya masih banyak yang belum terealisasikan
dari potensi tersebut. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya tata
kelola yang bagus oleh lembaga amil zakat.
Demikian beberapa ulasan mengenai materi diskusi kai ini. Acara ini
selesai pukul 12.00 WIB dan diakhiri dengan foto bersama. Dalam kesempatan ini
juga perwakilan forshei yang dalam hal ini diwakilkan oleh Mita Kurnia Rizki
(kader 2015), Eva Nurul Annisa (kader 2016) dan Uyuna Sundari (kader 2016)
berkesempatan untuk berbincang-bincang mengenai peran mahasisiwa dalm
mendakwahkan ekonomi Islam. Prof. Dr. Abdul Halim Molid. Noor dan Dr. H.
Muhammad Salahudin Abdul Rasool memberikan pendapatnya yang mengatakan bahwa
“Adalah suatu kebanggaan bagi mahasiswa muslim khusunya jika ia bisa
mendakwahkan ekonomi Islam karena sejatinya mendakwahkan syariat Islam tidak
hanya di satu bidang namun semua unsur dalam kehidupan kita, juga hal itu adalah
kewajiban kita sebagi umat Islam untuk membumikan syariat Islam”. Tak hanya itu
kami juga memberikan majalah Falah edisi VII kepada Prof. Dr. Abdul Halim
Molid. Noor dan Dr. H. Muhammad Salahudin Abdul Rasool sebagai cendera mata
sekaligus memperkenalkan forshei kepada halayak luas.