Kemiskinan merupakan masalah fundamental yang tengah
dihadapi oleh semua bangsa, termasuk Indonesia. Meskipun pada kenyataannya
kemiskinan akan selalu ada, namun upaya dalam mengatasinya tidak akan berhenti.
Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat kemiskinan cukup tinggi.
Tercatat pada bulan Maret 2017 jumlah penduduk yang memiliki pengeluaran
per kapita dibawah garis kemiskinan mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen)
(Badan Pusat Statistik, 2017).
Banyak upaya yang dilakukan Indonesia dalam
mengentaskan masalah kemiskinan, seperti menciptakan sistem pinjaman bagi usaha
mikro, menyediakan bantuan teknis berupa pendampingan manajerial dan
memperbesar akses perkreditan pada lembaga keuangan. Upaya tersebut merupakan
solusi yang dilakukakn oleh pemerintah. Dalam pengentasan kemiskinan, upaya
pemerintah saja tanpa disertai peran masyarakat tidaklah cukup. Butuh adanya
kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya mengentaskan kemiskinan
yang sesuai dengan Undang-undang dasar pasal 33 ayat 1: “perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Jika kita bercermin pada perekonomian zaman
Rasulullah, fungsi masjid memiliki manfaat yang kompleks. Selain sebagai tempat
beribadah, masjid digunakan sebagai pusat kegiatan musyawarah dalam memecahkan
berbagai masalah. Menurut Dalmeri (2004) Masjid Nabawi oleh Rasulullah
difungsikan sebagai: (1) pusat ibadah; (2) pusat pendidikan dan pengajaran; (3)
pusat penyelesaian problematika umat dalam aspek hukum; (4) pusat pemberdayaan
ekonomi umat dalam aspek hukum; (5) pusat informasi Islam; (6) bahkan sempat
sebagai tempat pelatihan militer dan urusan-urusan pemerintahan Rasulullah.
Baitul mal didirikan oleh Rasulullah sebagai institusi yang bertindak sebagai
pengelola keuangan negara. Baitul mal memiliki peranan yang penting bagi
perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk
kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat Indonesia berperan penting dalam
mengentaskan kemiskinan, karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Agama Islam
adalah agama yang sangat memperhatikan keseimbangan dan pemerataan
perekonomian, dibuktikan dengan adanya zakat infak dan shadaqoh. Pengelolaan
dana ZIS dapat dipusatkan pada peran masjid dalam masyarakat, dengan
dibentuknya baitul mal. Keberadaan dana ZIS yang dikelola melalui baitul mal
dengan manajemen baik akan membantu dalam masalah pengentaskan
kemiskinan.
Terdata jumlah masjid di Indonesia sebanyak 800.000
(Kementrian Agama, 2017), seharusnya bisa menjadi pusat pemberdayaan ekonomi
umat melalui dana ZIS yang dikelola oleh baitul mal. Pada faktanya keberadaan
masjid masih belum memberikan fungsi yang maksimal, karena rendahnya kasadaran
masyarakat akan pengelolaan masjid yang baik.
Merujuk pada dalil Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 7
“supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu”. Dimana ZIS sebagai sarana dalam pemerataan kesejahteraan hidup, maka
tidaklah pas jika dana ZIS yang terkumpul hanya diperuntukan untuk kepentingan
masjid. Sebab pemenuhan segala fasilitas masjid akan sia-sia jika tidak dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk beribadah. Sebaiknya harus ada
keseimbangan pengelolaan dana antara keperluan pembangunan masjid dan
kesejahtaraan masyarakat. Maka dalam pendistribusian infak juga harus
memperhatikan kepada kepentingan masyarakat sekitar masjid, sehingga distribusi
lebih efektif.
Banyaknya masjid di Indonesia seharusnya dapat menjadi
solusi masalah kemiskinan dengan pengelolaan dana ZIS sebagimana dicontohkan
oleh Masjid Jogokariyan yang terletak di kecamatan Mantrijeron, Yogakarta.
Masjid ini mulai membentuk lembaga kemasjidan, serta kegiatan keagamaan,
poliklinik dan pengajian remaja sampai proses pemberdayaan jemaah. Kehadiran
masjid ingin memberikan arti bagi kehidupan masyarakat. Masjid Jogokariyan
menjadi masjid percontohan nasional dan menjadi tujuan studi banding dari
berbagai instansi di Indonesia.
Sistem keuangan Masjid Jogokariyan berbeda dengan yang
lain. Jika ada masjid mengumumkan dengan bangga bahwa saldo infaknya jutaan,
maka Masjid Jogokarian Yogyakarta selalu berupaya agar ditiap pengumuman, saldo
ZIS harus sama dengan nol. ZIS itu ditunggu pahalanya untuk jadi amal saleh, bukan
untuk disimpan di rekening bank. Dengan saldo sama dengan nol, jemaah lebih
bersemangat mengamanahkan hartanya.
Menilik manajemen Masjid Jogokariyan yang dapat
meminimalisir jumlah kemiskinan menjadi hal yang sangat menarik. Masjid
berhasil menanamkan kepercayaan kepada masyarakat untuk menitipkan hartanya..
Harta tersebut dapat berupa zakat, infak maupun shadaqoh yang akan dialokasikan
untuk kesejahteraan masyarakat. Penyaluran dana di tahun 1437 H diantaranya
diberikan kepada fakir miskin sebesar 29 juta, fisabilillah 49 juta, dan ibnu
sabil/musafir sebesar 412 ribu. (Zulfa, 2017)
Pada tahun 2005 Masjid Jogokariyan berinisiatif untuk
menggalakan program jemaah mandiri. Program ini merupakan ajakan kepada
masyarakat untuk berinfak dalam jumlah tertentu setiap usai sholat Jumat. Dana
ini akan dialokasikan untuk pembiayaan masjid selama satu tahun. Kapasitas
masjid sebesar 1200 orang, angka yang diperoleh dari setiap orang adalah Rp.
1500,-/pekan. Melelui program ini infak yang diperoleh meningkat secara signifikan,
bahkan lebih dari yang diperkirakan.
Boleh dikatakan takmir Masjid Jogokariyan
memiliki sistem pengelolaan dan program yang baik. Program yang berbeda dan
sangat unik adalah gerakan sholat subuh berjama’ah. Setiap keluarga diberi
sebuah undangan mirip seperti undangan pernikahan yang berisi ajakan untuk
sholat subuh berjamaah. Undangan berisi nama lengkap dan disertai dengan hadist
tentang keutamaan sholat shubuh berjama’ah. Ternyata ide ini berhasil menarik
perhatian masyarakat dan mampu meningkatkan jumlah infak. Jemaah terhitung
mencapai sepertiga jemaah sholat Jum’at kurang lebih 4000 jemaah. Bahkan,
melalui pemasukan kotak infak takmir masjid bisa mengadakan sarapan untuk
jemaah subuh setiap hari Minggu pekan pertama setiap bulannya.
Pengeluaran dari kotak infak subuh 1437 H diantaranya
digunakan untuk bakti sosial di Gunung Kidul sebesar 4,6 juta, subsidi
poliklinik sebesar 9 juta, santunan anak yatim sebesar 2,4 juta, dan konsumsi
pengajian subuh sebesar 14,3 juta.
Jika kita melihat dari program Masjid
Jogokariyan mengenai pengumpulan dana ZIS melalui gerakan sholat berjama’ah,
jelas bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam mengembangkan perekonomian
dan meningkatkan kesejahteraan melalui manajemen masjid. Terbukti bahwa takmir
masjid dapat mendirikan sebuah poliklinik di area masjid sebagai alternatif
pengobatan. Fasilitas ini pastinya diutamakan untuk warga Masjid Jogokarian dan
gratis untuk pengobatan ringan. Fasilitas lainnya adalah wifi gratis yang
tersedia di sekitar wilayah Masjid Jogokarian. Dimaksudkan adanya wifi gratis
dapat mengontrol anak-anak supaya tidak menyalahgunakan warnet dan tetap berada
di wilayah setempat.
Dalam bulan Ramadhan, Masjid Jogokariyan juga memiliki
program khusus yakni kampung ramadhan. Sholat tarawih yang dilaksanakan
mengikuti alal Madinah dan Gaza, bahkan Takmir Masjid mengundang imam asli dari
Madinah dan Gaza. Diharapkan bahwa dapat memberikan wawasan pada jamaah dan
mendengar kabar gembira atau buruk tentang Gaza dari sumbernya secara langsung.
Buka puasa bersama juga menjadi kegiatan rutin dengan porsi mencapai 1200.
Total pemasukan kegiatan ini biasanya mencapai Rp. 323.758.700.- dan
menyisakaan saldo Rp.0- Selain itu diadakan pasar sore Ramadhan. Masyarakat
diberi kebebasan untuk berwirausaha, bahkan jika ada warga yang tidak memiliki
modal namun ingin berwirausaha maka cukup mengajukan bantuan pada panitia. Akad
yang digunakan adalah akad Qardh atau hibah bagi mereka yang memenuhi kriteria.
Kebebasan untuk berwirausaha serta memberikan dana
pinjaman kepada masyarakat menunjukan bahwa Masjid Jogokariyan benar-benar
ingin memberdayakan masyarakat. Kesejahteraan akan tercipta bahkan kemiskinan
dapat teratasi. Faktanya bahwa banyak masyarakat yang ingin berwirausaha namun
tidak memiliki modal, tetapi Masjid Jogokariyan memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk membuka usaha. Kemasndirian masyarakat miskin akan terbentuk
karena mendapat dukungan finansial serta moral. Jika seluruh masjid Indonesia
memiliki manajemen keuangan seperti Masjid Jogokariyan, maka bisa mengangkat
perekonomian Indonesia berawal dari pengusaha kecil.
Dirasa sudah memiliki pemasukan yang melebihi
taksiran, inovasi yang dilakukan denga tujuan untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat tidak berhenti. Masjid yang ingin terus berkontribusi bagi
masyarakat dibuktikan dengan dibangunnya hotel setara bintang tiga. Hotel ini
memiliki 10 kamar regular dan satu kamar VIP yang berada di lantai tiga Masjid
Jogokariyan. Selain memiliki hotel, Masjid Jogokariyan juga memliki aula
Islamic Center. Aula ini disewakan untuk berbagai acara dan untuk umum. Daya
tampung aula mencapai 200 orang dengan lima AC, LCD proyek dan sound system
yang lengkap. Pendapatan yang didapat dari gasil penyewaan juga cukup lumayan.
Berawal dari sistem pengelolaan yang kecil seperti
yang dicontohkan Masjid Jogokariyan, seharusnya bisa menjadi solusi yang
ditempuh oleh pemerintah. Baitul mal yang mendapat kepercayaan dari masyarakat
merupakan sesuatu yang penting. Banyak orang yang enggan untuk menitipkan hartanya
untuk dizakatkan pada lembaga zakat, karena pengalokasian yang kurang tepat.
Masjid berperan dalam menyelesaikan permasalahan dalam bidang ekonomi. Kejayaan
yang diungkapkan sejarah pada masa perekonomian Rasulullah bukanlah hanya
sekedar cerita dongeng dan tidak mungkin diterapkan pada zaman sekarang.
Terbukti bahwa Masjid jogokariyan berhasil memberikan kesejahteraan pada
masyarakat melalui pengelolaan baitul mal yang baik. Maka dari itu Pemerintah
harus menyadari bahwa dengan jumlah masjid yang banyak, seharusnya bisa
menjadi solusi jitu dalam mengentaskan kemiskinan.
Penulis
(Kader forshei 2017)