Abu Yusuf merupakan salah satu pemikir ekonomi
periode pertama yang hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah pada tahun
112-182 H/731-798 M. Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi (hakim).
Diantara kitab-kitab Abu Yusuf yang paling terkenal adalah kitab Al-Kharaj.
Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam
menghimpun pemasukan atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan
jizyah. Kitab ini dapat digolongkan sebagai public finance dalam pengertian
ekonomi modern. Untuk Kharaj (pajak pertanian) Abu Yusuf
menganjurkan untuk menetapkan pajak pertanian berdasarkan pada pajak
proporsional (muqasamah). Selain itu terkait dengan mekanisme harga Abu Yusuf
menentang adanya penetapan harga, karena menyalami hukum permintaan.
Menurut Abu Yusuf, sistem ekonomi Islam
menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan memberikan kebebasan yang optimal
bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan konsumen. Jika karena suatu hal
selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak yang itdak wajar dari produsen
terjadi karena kenaikan harga, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi
dengan mematok harga. Penentuan harga sepenuhnya diperankan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
Selain
Al-Kharaj, beliau menulis Al-Jawami, buku yang sengaja ditulis untuk Yahya bin
Khalid, selain itu juga menyusun Usul Fiqh Hanafiah (data-data fatwa hukum
yang disepakati Imam Hanafiah bersama murid-muridnya). Abu Ubaid
merupakan salah satu pemikir ekonomi periode pertama yang hidup pada
masa Dinasti Abbasiyah yaitu pada tahun 154-224 H/ 774-738 M. Beliau adalah
seorang hakim yang menulis kitab Amwal yang berisi tentang Dikotomi Badui ke
Urban, kepemilikan dalam pandangan kebijakan perbaikan pertanian, pertimbangan
kepentingan (menolak pembagian yang sama dalam zakat) , dan fungsi uang
(standard of exchange value, dan medium of exchange).
Pemikiran
Ekonomi yang diajukan oleh Abu Ubaid adalah sebagai berikut: pertama, Negara
memiliki sumber pendapatan yang utama dari fai, khums dan shadaqah serta
pendistribusian atas berbagai pendapatan negara tersebut kepada masyarakat.
Kedua, kepentingan individu apabila bersentuhan dengan kepentingan publik,
kepentingan publik harus diutamakan. Ketiga, pendistribusian yang berbeda
atas kelompok badai dan urban, yaitu kelompok urban mendapatkan hak yang lebih
dibandingkan dengan badai karena sumbangsihnya terhadap negara. Keempat, menentang
pendapat yang menyatakan bahwa pembagian harta zakat harus dilakukan secara
merata diantara delapan kelompok penerima zakat dan cenderung menentukan suatu
batas tertinggi terhadap bagian perorangan. Kelima, fungsi uang yang hanya
sebagai sarana pertukaran dan sarana penyimpan nilai. Keenam, konsep timbangan
dan ukuran dalam transaksi ekonomi.