Definisi pasar modal telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), dimana pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Jadi, produk di pasar modal berupa efek atau surat berharga.
Secara struktural, pasar modal di Indonesia dilakukan oleh beberapa pihak antara lain:
1. Pengelola pasar modal, yang terdiri dari: OJK, Bursa Efek Indonesia, Lembaga Kliring dan Penjaminan yang dijalankan oleh PT. KPEI, dan Lembaga Penyipanan dan Penyelesaian yang dilaksanan oleh PT. KSEI.
2. Pelaku pasar modal, yang terdiri dari: Emiten, Investor, Perusahaan Efek, dan Manajer Investasi.
3. Lembaga dan profesi penunjang pasar modal, yang terdiri dari: lembaga biro administrasi efek, bank kustodian, wali amanat, penasihat investasi, pemeringkat efek, dan profesi akuntan, konsultasi hukum, penilai, notaris.
Setelah mengetahui pemahaman tentang pasar modal diatas, timbul pertanyaan apa yang membedakan antara pasar modal dengan pasar modal syariah?
Secara umum kegiatan di Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Maka dari penjelasan tersebut dapat dikatakan produk dari pasar modal Syariah yaitu berupa Efek Syariah. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Obligasi Syariah (sukuk) dan Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Maka dalam konsep saham Syariah dalam penyertaan modal dan hak bagi hasil usaha melalui kegiatan Kerjasama atau syirkah.
Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
2. Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
2. Sukuk
Sukuk merupakan salah satu Efek Syariah yang memiliki karakteristik berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
Adapun akad-akad yang digunakan penerbitan sukuk antara lain:
· Ijarah
· Istishna
· Musyarakah
· Mudharabah
· Kafalah
· Wakalah
3. Reksa Dana Syariah
Reksadana adalah wadah yang digunakan masyarakat pemodal untuk diinvestasikan dalam bentuk Portofolio efek oleh Manajer investasi.
Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan). Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.