Untung atau Buntung? Menakar Efek Ekonomi dari Makan Bergizi Gratis

 

Presiden terpilih Prabowo Subianto berambisi untuk merealisasikan janji kampanyenya saat Pilpres 2024 untuk memberikan makan bergizi gratis bagi anak sekolah, balita, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Program itu akan direalisasikan pada 2025. Coba bayangin kalau semua orang di Indonesia bisa makan makanan bergizi tanpa harus merogoh kocek. Kedengarannya seperti mimpi indah, kan? Tapi di balik ide ini, ada banyak pertanyaan yang muncul apa ini benar-benar solusi cemerlang untuk ekonomi kita, atau malah jadi beban yang bikin pusing?

Pertama-tama, makan bergizi itu bukan cuma soal kenyang. Nutrisi yang baik bikin tubuh sehat, otak encer, dan tenaga maksimal buat bekerja. Kalau masyarakat kita sehat, dampaknya bukan cuma ke individu, tapi juga ke produktivitas negara. Orang yang sehat lebih jarang sakit, lebih fokus kerja, dan akhirnya bisa bantu roda ekonomi berputar lebih cepat.

Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan kalau investasi di nutrisi bisa menghasilkan keuntungan ekonomi jangka panjang. Anak-anak yang tumbuh sehat karena asupan gizi cukup punya peluang lebih besar untuk sukses di masa depan. Jadi, ide memberikan makanan bergizi gratis ini jelas punya nilai investasi yang tinggi.

Kalau makan bergizi gratis jadi kebijakan, siapa yang bayar? Pemerintah? Donatur? Atau mungkin pajak kita bakal naik? Pemerintah mengalokasikan sebesar Rp71 triliun untuk program MBG pada APBN 2025. Kalau Indonesia mau mencoba, kita butuh sistem yang benar-benar kuat. Misalnya, memanfaatkan hasil panen petani lokal, mengurangi pemborosan anggaran di sektor lain, atau menjalin kerja sama dengan sektor swasta.

Jika program ini berhasil, dampaknya bisa luar biasa. Anak-anak yang sehat dan pintar hari ini adalah tenaga kerja unggul di masa depan. Selain itu, beban biaya kesehatan juga bisa menurun karena lebih sedikit orang yang sakit akibat kurang gizi. Tapi, kalau pengelolaannya amburadul, bisa jadi beban besar. Bayangin aja kalau anggaran habis untuk makanan gratis, tapi kualitas makanannya rendah atau distribusinya nggak merata. Belum lagi potensi penyalahgunaan dana yang selalu jadi momok di negara kita.

Makan bergizi gratis bisa jadi ide brilian yang mengubah ekonomi kita, atau malah jadi proyek gagal yang bikin rugi besar. Semua tergantung pada bagaimana program ini dirancang dan dijalankan. Jadi, kalau suatu saat kebijakan ini diwujudkan, kita sebagai masyarakat juga perlu ikut mengawasi biar benar-benar membawa manfaat. Setuju, kan?

Referensi

https://images.app.goo.gl/K6r2Wq5GD8yMhd2u5

https://www.cnbcindonesia.com/news/20241009084548-4-578104/simak-7-fakta-terbaru-soal-makan-bergizi-gratis-prabowo

Godrich, S., Doe, J., Goodwin, S., Alston, L., & Kent, K. (2023). A scoping review of the impact of Food Policy Groups on local food systems in high-income countries.. Nutrition research reviews, 1-45. https://doi.org/10.1017/S0954422423000173

Benedek, Z., Fertő, I., & Szente, V. (2020). The Multiplier Effects of Food Relocalization: A Systematic Review. Sustainability. https://doi.org/10.3390/su12093524